Memanfaatkan Pengalaman Buruk
Pengalaman buruk yang kadang jadi pengalaman yang nggak mau kita ingat atau juga nggak ingin terulang lagi.
Setiap dari kita pasti pernah mengalami hal-hal yang nggak menyenangkan, beberapa diantaranya hanya sekadar nggak enak di hati, beberapa diantaranya juga memberikan luka di hati, atau beberapa juga diantaranya masih menghantui kita sampai saat ini. Pengalaman-pengalaman buruk itu pasti pernah kita alami sampai nggak terhitung jumlahnya.
Tapi ada pepatah bilang bahwa “Pengalaman adalah guru terbaik”, well menurutku perkataan ini bukan main-main, terutama untuk urusan pengalaman yang buruk, jika kita lihat dari perspektif lain dan kita analisis matang-matang, kebanyakan dari pengalaman buruk ini bisa jadi guru terbaik untuk kita di kemudian hari. Karena kebanyakan kita akan menghindari situasi dimana kita merasa nggak nyaman, tertekan, stres, dengan mengupayakan supaya hal buruk yang telah terjadi pada kita sebelumnya nggak kejadian lagi.
Saya dulu pernah part-time di suatu start up di Yogyakarta, dengan posisi saya masih berkuliah di semester 2, masih semangat untuk ikut banyak lomba, pengalaman pertama di dunia kerja terutama di start up, saya juga masih awam dengan tech stack yang digunakan saat itu — Javascript framework seperti React JS dan Angular JS — dan juga punya lead yang bisa dibilang nggak terlalu enak.
Alhasil saya juga mengalami underperformance, satu bulan saya kerja disana saya masih nggak paham tentang flow dari React JS itu sendiri, saya juga ngantukan, datang ke kantor ngegabut, sampe pada suatu titik saya merasa “Saya kok cuma ngabisin duit perusahaan ya, disini saya ngga kerja ngga ngapa, saya kerja pun, masih jauh dari kata memuaskan buat saya sendiri apalagi buat perusahaan”. Kemudian, kebetulan CTO saya juga ngajak saya ngobrol yang intinya membahas tentang saya yang underperformance, akhirnya selang beberapa hari kemudian saya memutuskan untuk ngobrol dengan CEO saya, saya minta maaf dan saya memutuskan untuk resign.
Diingat-ingat, hal ini salah satu pengalaman buruk saya terutama dalam urusan kerja, saya yang nggak bisa manage waktu dan prioritas dengan baik, saya yang masih perlu belajar tentang teknologi lebih banyak lagi, saya merasa sok yes ketika awal masuk, dan juga beberapa kesalahan/mistake yang lain. Dari hal-hal tersebut, saya memutuskan untuk belajar lebih fokus, belajar tentang teknologi yang masif digunakan di start up di Yogyakarta supaya ketika lulus saya bisa lebih siap dibanding teman-teman kuliah saya, saya juga mulai kembali memberanikan diri untuk gabung ke software house, meskipun sebagai intern.
Saya merasa bertanggung jawab penuh akan kegagalan saya di waktu itu dan saya juga bersyukur bisa mengalami hal buruk tersebut lebih cepat. Karena tanpa pengalaman buruk tadi, mungkin saya akan masih jadi orang yang arogan, selalu atau sering underestimate orang atau pihak lain, syongong, dll. Juga karena pengalaman buruk tadi, saya lebih berhati-hati dan sepenuh hati untuk menjalani double role saya saat itu, sebagai mahasiswa dan sebagai intern, yang di akhir kontrak internship saya dinilai memuaskan oleh perusahaan.
Setiap kita pasti pernah mengalami pengalaman yang buruk dan nggak mengenakkan, tapi jika dilihat lagi pasti hal tersebut bisa jadi pelajaran untuk kita berkembang di kemudian hari. Manfaatkan pengalaman buruk sebagai milestone untuk kita jadi yang lebih baik dari sebelumnya.