Menghakimi
Bukan hakim kok sukanya judging?!
Wise man said not to judge book by its cover
But in fact we are judging book by its cover
Unfortunately it’s unavoidable
Yap, kata-kata “don’t judge book by its cover” tentunya bukan quote baru bagi kita, sering sekali jadi bahan pengingat entah oleh temen kita, mutual di Twitter, instagram, Facebook, macem-macem. Intinya bahwa kita enggak boleh menghakimi, nge-judge, berprasangka dengan orang lain hanya karena penampilannya.
Tapi…. Gimanapun juga, menghakimi ini udah jadi hal yang bahkan mungkin dilakukan oleh alam bawah sadar kita.
Terus gimana dong?
Ya menurutku, ya mau gimana lagi? Memang kita sering begitu, termasuk saya sendiri. Kita ini kejam ya, kita bahkan mungkin enggak kenal seseorang, tapi karena kebetulan lewat di depan kita, terus kita judge duluan.
Enggak jarang juga hasil dari prejudice dan judgement ini membuahkan diskriminasi. Di kehidupan nyata misalnya, banyak orang menganggap sebelah mata para mitra ojek online, santri, juga orang-orang yang bekerja di kerasnya jalanan, kita — iya termasuk saya — mungkin acap kali menganggap mereka “orang kelas 2” tanpa tahu apa-apa.
Kita enggak tahu kenapa mereka memilih “jalan rezeki” seperti itu, kita enggak tahu kondisi lingkungan sekitar mereka, kita enggak tahu kondisi keluarga mereka, kita engga tahu mereka anak siapa, punya utang atau enggak, kalau punya juga berapa, kita sama sekali enggak tahu apa-apa tentang mereka dan kita enggak sepantasnya nge-judge mereka.
Coba kamu lihat orang-orang di masa lalumu
Ada yang dari dulu hingga sekarang masih jadi penyapu jalan, tukang parkir, penjaja makanan
Sedangkan kamu yang dulunya anak ingusan, siswa sekolah, kini tumbuh berkembang hingga kamu yang sekarang
Patutnya kamu bersyukur bahwa kamu diberi kesempatan lebih oleh semesta
Saya kadang nge-rem pikiran saya untuk menghakimi seseorang dengan membayangkan saya berada di posisi mereka. Membayangkan gimana kerasnya mencari rezeki di jalanan kota yang panas hingga “ditolak” masyarakat. Sampai saya sadar, “ah kita ini sama-sama mencari rezeki di bumi, cuma jalannya berbeda dan memang porsinya berbeda, semoga kita diberi kemudahan”.
Menurut saya kuncinya adalah mengendalikan pikiran untuk tidak menghakimi lebih jauh, mungkin kita udah terbesit pikiran meremehkan, hentikan sampe disitu, coba refleksikan dengan kita.
Semoga kita tidak menghakimi orang seenaknya mulai dari pikiran, perkataan, dan perbuatan. Layaknya Pramuka yang harus “Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan”.
Berat? Memang. Tapi bukanlah hal yang tidak mungkin, mari lakukan dan sebarkan perdamaian ke diri kita dan orang sekitar kita.