Sungguh Tidak Butuh

Sungguh Tidak Butuh

Fame? Trophy? Whatever it is…

Photo by Dallas Reedy on Unsplash

Pernah nggak sih, kamu menjadi seorang yang dulunya mengejar banyak hal untuk “diakui”? Aku pernah. Aku juga bahkan pernah “menuntut” adik-adikku untuk melewati jalan yang sama kaya aku, mengejar hal-hal seperti menang lomba, berprestasi, famous (well saya enggak sih), atau apapun itu.

Sampai suatu saat, setelah melewati asam garam kehidupan — tsah — aku merasa, kayaknya aku enggak perlu menuntut mereka untuk jadi aku. Aku ya aku dengan segala ambisi dan kemampuanku, mereka ya mereka dengan kemampuannya sendiri.

Aku enggak butuh mereka untuk jadi pintar, menang lomba, membawa trofi kemenangan ke rumah. Toh aku udah ngerasain itu semua, aku (yaa cukup lah kalo dibilang) pintar, menang lomba juga udah, mulai dari tingkat kecamatan sampai internasional, punya beberapa penghargaan tingkat nasional juga di Pramuka, aku juga menjalani hidup yang emang aku pengen, aku menikmati hidupku sendiri.

Pada akhirnya… aku enggak butuh mereka seperti aku, berprestasi seperti aku (atau lebih), lebih pintar dari aku, atau apapun itu. I have tasted all of it and at the end of the day, we will live our life by ourselves.

Menurut salah satu prinsip stoisisme yang aku baca di Filosofi Teras yang tentang “instruct or endure”, ya aku cuma bisa mengarahkan mereka untuk belajar, bukan untuk berprestasi, tapi untuk diri mereka sendiri. Kalopun mereka enggak mau belajar, yasudah~ It’s none of my business, and if someday the reap what they sow, it’s neither of my business~