Terbaik…?

Terbaik…?

Menjadi yang terbaik? Buat apa?

Photo by Krists Luhaers on Unsplash

Beberapa waktu yang lalu aku baru saja rampung baca salah satu novel yang masuk jajaran top-tier novel di Indonesia, Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Novel yang menurutku cukup menarik, meskipun udah masuk rak buku sejak tahun 2017 tapi baru sempat dibaca sampe selesai tahun ini. It took a very long time to collect my spirit, huh?

Anyway, ada salah satu bab yang menarik perhatianku di bagian-bagian akhir novel tentang jika kita ingin sukses harus memegang prinsip berusaha lebih keras di atas orang rata-rata.

Mari kita coba tarik ke belakang pelan-pelan,
Usain Bolt, orang yang punya gelar manusia tercepat di Bumi alias fastest man on earth, ketika lomba lari selisih waktu antara dia dan nomor dua jaraknya mungkin hanya sepersekian detik. Pun juga sama seperti Michael Phelps, atlet renang dengan medali olimpiade terbanyak, ketika di olimpiade mungkin jaraknya dengan peraih medali perak juga mungkin hanya sepersekian detik.

Hanya sepersekian detik, segelintir poin, dan menjadikan sangat kontras antara peraih medali emas dan medali perak, peraih juara 1 dan peraih juara 2, peraih penghargaan dan nominasi. Enggak harus berpuluh detik, berpuluh poin, berpuluh suara, hanya satu poin/detik/suara pembeda menjadikan semuanya berbeda.

Tapi… Momen-momen persaingan ini mungkin hanya bisa kita alami di masa sekolah atau untuk orang-orang yang memang pekerjaannya berkaitan dengan kompetisi. Terus gimana dengan kita yang kerjanya enggak terlibat langsung dengan kompetisi dan perebutan juara?

Menarik… Untuk orang-orang seperti kita yang enggak melibatkan kehidupan sehari-harinya di kompetisi, mungkin pernah denger atau baca tentang kata-kata “the best version of me”. Halah itu lo yang di quote-quote, kamu Googling aja coba, buanyak banget lo itu.

Menjadi versi terbaik dari diri sendiri juga mungkin enggak perlu melakukan hal-hal besar, well it’s good if you can, tapi melakukan hal-hal kecil di atas rata-rata dari diri kita di waktu yang sebelumnya. Melakukan hal-hal kecil sedikit lebih baik dari kemarin, secara bertahap, terus-menerus secara konstan.

Kemarin masak dan gagal, mungkin karena enggak baca resep, maka hari ini patut untuk dicoba lagi dan coba baca resepnya.

Kemarin belajar 1 kata bahasa asing, hari ini belajar lagi, 1 kata cukup, lebih oke juga.

Kemarin cuma diem di kamar nganggur enggak ngapa-ngapain, coba hari ini olahraga seenggaknya push up 10 kali.

Enggak perlu muluk-muluk kawanku, Bruce Lee juga pernah lebih menakutkan orang yang latihan memukul sekali sehari selama 1000 hari dibandingkan orang yang latihan 1000 pukulan tapi cuma dilakuin sehari.

Terus-menerus, pelan-pelan, lakukan hal-hal sedikit di atas rata-rata dari kita sendiri, maka kita juga perlahan menjadi versi terbaik dari diri kita kok. Bukan untuk orang lain juga kalo kita jadi lebih baik, keuntungannya bisa kita raup dan nikmati sendiri.

Kemarin juga baru selesai Ramadhan, mungkin selama 30 hari kemarin tidak terlalu baik. It’s fine, mari berusaha memperbaiki untuk menyiapkan Ramadhan di tahun yang akan datang, jadi di Ramadhan depan kita bisa melakukan setidaknya sedikit lebih baik dari Ramadhan tahun ini.

Ah jadi inget salah satu lagu di masa masih aktif pramuka dulu…

Hendaklah kita menjadi terbaik, terus-menerus, semakin sempurna

Maka dari itu menjadi terbaik bukan berarti harus jadi juara 1, peraih medali emas, pemecah rekor. Menjadi terbaik adalah melakukan sedikit lebih baik dibandingkan orang rata-rata atau bisa juga menjadi versi terbaik dari diri sendiri adalah melakukan sedikit lebih baik dibandingkan rata-rata yang kita lakukan.